Gunung Bromo (Indonesia: Gunung Bromo), adalah gunung berapi yang aktif dan merupakan bagian dari massa Tengger, di Jawa Timur, Indonesia. Pada 2.329 meter (7.641 kaki) bukan puncak tertinggi massif, tapi yang paling terkenal. Kawasan massif merupakan salah satu tempat wisata yang paling banyak dikunjungi di Jawa Timur, Indonesia. Gunung berapi itu termasuk dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Nama Bromo berasal dari pengucapan bahasa Jawa Brahma, dewa pencipta Hindu.
Gunung Bromo berada di tengah dataran luas yang disebut “Lautan Pasir” (Jawa: Segara Wedi atau Indonesia: Lautan Pasir), cagar alam yang dilindungi sejak 1919. Cara khas untuk mengunjungi Gunung Bromo adalah dari desa pegunungan di dekatnya. Cemoro Lawang. Dari sana dimungkinkan untuk berjalan ke gunung berapi dalam waktu sekitar 45 menit, namun juga memungkinkan untuk melakukan tur jip terorganisir, yang mencakup pemberhentian di sudut pandang Gunung Penanjakan (2.770 m atau 9.088 kaki) (Bahasa Indonesia: Gunung Penanjakan) . Sudut pandang Gunung Penanjakan juga bisa ditempuh dengan berjalan kaki sekitar dua jam. Dari dalam kaldera, belerang dikumpulkan oleh pekerja.
Bergantung pada tingkat aktivitas vulkanik, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana di Indonesia kadang-kadang mengeluarkan peringatan untuk tidak mengunjungi Gunung Bromo.
Budaya
Pada hari keempat belas festival Hindu Yadnya Kasada, masyarakat Tengger di Probolinggo, Jawa Timur, melakukan perjalanan mendaki gunung untuk mempersembahkan sesaji berupa buah, nasi, sayuran, bunga dan pengorbanan ternak ke dewa gunung dengan melemparkannya ke kaldera gunung berapi. Asal mula ritual tersebut terletak pada legenda abad ke 15 dimana seorang putri bernama Roro Anteng memulai kerajaan Tengger dengan suaminya, Joko Seger. Pasangan itu tidak memiliki anak dan karena itu memohon bantuan dewa-dewa gunung. Dewa-dewa memberi mereka 24 anak tetapi menetapkan bahwa anak ke 25, yang bernama Kesuma, harus dilemparkan ke gunung berapi sebagai korban manusia. Permintaan para dewa diimplementasikan. Tradisi melempar pengorbanan ke gunung berapi untuk menenangkan dewa-dewa kuno ini terus berlanjut hingga hari ini dan disebut upacara Yadnya Kasada. Meski penuh dengan bahaya, beberapa penduduk setempat berisiko turun ke kawah dalam upaya untuk mengingat kembali barang-barang yang dikorbankan yang mereka percaya bisa membawa keberuntungan bagi mereka.
Di dataran pasir Segara Wedi ada sebuah candi Hindu yang disebut Pura Luhur Poten. Candi ini memiliki kepentingan penting bagi orang Tengger yang tersebar di seluruh desa pegunungan, seperti Ngadisari, Wonokitri, Ngadas, Argosari, Ranu Prani, Ledok Ombo dan Wonokerso. Candi ini menyelenggarakan upacara tahunan Yadnya Kasada yang berlangsung sekitar satu bulan. Pada hari ke 14, orang Tengger berkumpul di Pura Luhur Poten untuk meminta berkah dari Ida Sang Hyang Widi Wasa dan Dewa Mahameru (Gunung Semeru). Kemudian kerumunan berjalan di sepanjang tepi kawah Gunung Bromo dimana persembahan dilemparkan ke kawah. Perbedaan utama antara candi ini dengan orang Bali adalah jenis batu dan bahan bangunan. Pura Luhur Poten menggunakan batu hitam alami dari gunung berapi di dekatnya, sedangkan candi-candi Bali kebanyakan terbuat dari batu bata merah. Di dalam pura ini, ada beberapa bangunan dan selungkup selaras dengan komposisi zona mandala
Aktivitas
2004 letusan
Gunung Bromo meletus pada tahun 2004. Episode erupsi tersebut menyebabkan kematian dua orang.
Erupsi 2010
Pada hari Selasa, 23 November 2010, pukul 16.30 WIB, Pusat Mitigasi Bencana Vulkanologi dan Geologi Indonesia (CVGHM) mengkonfirmasi status kegiatan Gunung Bromo pada “waspada” karena meningkatnya aktivitas tremor dan gempa vulkanik dangkal di gunung. . Kekhawatiran meningkat bahwa letusan gunung berapi kemungkinan besar akan terjadi. Sebagai tindakan pencegahan, penduduk lokal dan wisatawan diinstruksikan untuk tetap menjernihkan area dengan radius tiga kilometer dari kaldera dan tempat perkemahan pengungsi. Daerah sekitar kaldera Teggera Bromo tetap terlarang bagi pengunjung sepanjang sisa tahun 2010.
Bromo mulai meletus abu pada hari Jumat 26 November 2010.
Pada tanggal 29 November 2010 juru bicara Kementerian Perhubungan Bambang Ervan mengumumkan bahwa bandara domestik Malang akan ditutup sampai 4 Desember 2010. Malang adalah kota berpenduduk sekitar 800.000 orang yang berjarak sekitar 25 km (16 mi) barat Gunung Bromo. Bandara Abdul Rachman Saleh biasanya menangani 10 penerbangan domestik setiap hari dari ibu kota Jakarta. Ahli vulkanologi pemerintah Surono melaporkan bahwa gunung berapi meludahi kolom abu sekitar 700 meter (2.300 kaki) ke langit.
Erupsi 2011
Kaldera Tengger masih aktif pada akhir Januari 2011, aktivitas ditandai dengan fluktuasi erupsi yang berfluktuasi. Pada tanggal 23 Januari 2011 Pusat Penelitian Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia (CVGHM) melaporkan bahwa sejak tanggal 19 Desember 2010 abu vulkanik dan bahan pijar dilemparkan oleh aktivitas letusan sehingga menghasilkan hujan deras material yang terjatuh di sekitar kawah. Letusan terus menerus pada tanggal 21 Januari menyebabkan abu tipis jatuh terutama di daerah desa Ngadirejo dan Sukapura Wonokerto di Kabupaten Probolinggo. Dampak hujan deras abu vulkanik akibat letusan sejak 19 Desember 2010 mengakibatkan terganggunya aktivitas normal. Dengan kekhawatiran awal tahun 2011 mengenai dampak terhadap ekonomi lokal dan potensi masalah lingkungan dan kesehatan jangka panjang di antara penduduk di sekitar Gunung Bromo. Akibat curah hujan musiman yang tinggi pada bulan Januari 2011 potensi arus lahar dan lahar dinaikkan karena adanya endapan abu vulkanik, pasir dan bahan terlontar lainnya yang telah dibangun. Aktivitas seismik didominasi getaran tremor dan laporan intensitas visual dan suara letusan terus dilaporkan dari fasilitas pemantauan gunung, Pos Pengamatan Bromo. Orang-orang yang tinggal di tepi Sungai Perahu, Nganten Ravine dan Sungai Sukapura diberitahu tentang kemungkinan aliran lahar, terutama saat hujan lebat di daerah sekitar Cemorolawang, Ngadisari dan Ngadirejo. Letusan dan getaran vulkanik dilaporkan terjadi pada tanggal 21 Januari dan 22 Januari dengan aktivitas mereda pada tanggal 23 Januari 2011. Pada tanggal 23 Januari 2011 pukul 06:00 pagi status siaga di Gunung Bromo tetap berada di (Tingkat III
Pada tanggal 23 Januari 2011, sebuah zona pengecualian direkomendasikan untuk masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Bromo. Wisatawan dan pejalan kaki disarankan untuk tidak datang dalam radius 2 km dari kawah aktif. CVGHM menyatakan bahwa mereka mengharapkan tanda peringatan dipasang dengan memasang batas radius 2 km dari kawah. Perhatian operasional direkomendasikan untuk penerbangan ke dan meninggalkan Bandara Internasional Juanda IATA: SUB di Surabaya. CVGHM merekomendasikan pendirian area publik untuk penyediaan masker wajah dan pelindung mata. CVGHM juga mengeluarkan peringatan agar warga berhati-hati membangun abu di atap dan tempat lain yang mungkin menyebabkan keruntuhan di bawah beban abu
Letusan lebih lanjut dan penerbitan nasehat Aviation Ash pada tanggal 27 Januari dan 28 Januari 2011 menyebabkan kekhawatiran diajukan mengenai hujan abu vulkanik, dilaporkan melayang ke arah timur menuju koridor udara yang digunakan untuk mengakses Bandara Internasional Ngurah Rai IATA: DPS di Bali. Pejabat bandara Sherly Yunita dilaporkan saat ini menyatakan bahwa kekhawatiran tentang visibilitas telah mendorong Singapore Airlines, Jetstar-ValueAir, Air France-KLM, Virgin Blue dan Cathay Pacific untuk membatalkan beberapa penerbangan ke Bali, 340 km (210 mil) ke timur . SilkAir juga membatalkan penerbangan pada tanggal 27 Januari antara Singapura dan Lombok, sebuah pulau di sebelah timur Bali. Pusat Penasihat Abu Vulkanik di Darwin, Australia merilis beberapa Code Red Aviation Ash Advisories yang berkaitan dengan Gunung Bromo (Kaldera Tengger), pada tanggal 27 Januari. Mereka menunjukkan bahwa abu diamati pada ketinggian sampai 18.000 kaki (FL180) yang memperluas 200 mil laut ke tenggara kaldera. Dalam saran ash lainnya pada hari itu, awan tersebut dilaporkan pada saat memiliki drift 10 km / jam, baik ke timur, dan ke tenggara
Deformasi-akhir November 2010-akhir Januari 2011
Pusat Penelitian Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia (CVGHM) melaporkan pada tanggal 13 Januari 2011, bahwa deformasi dengan menggunakan pengukuran tiltmeter menunjukkan inflasi pada tingkat 5 radian mikro antara 25 November 2010 dan 14 Desember 2010 dan relatif stabil sejak 15 Desember 2010 Komponen Radial dan Komponen Tangensial.
Pengukuran deformasi menggunakan peralatan pengukuran jarak elektronik dibandingkan pengamatan pada titik pengukuran yang ditentukan; POS-BRO, POS-KUR dan POS-BAT selama periode 25 November 2010 – 20 Desember 2010 dengan pengamatan dari periode 21 Desember 2010 – 30 Desember 2010 mengindikasikan pemendekan jarak dari POS-BAT, atau inflasi. Pengamatan antara 30 Desember 2010 sampai 23 Januari 2011 dilaporkan relatif stabil..
Leave a Comment